Hoiii, map
baru nge post lanjutannya :3
Langsung aje
brayyy,
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Created by:
Bima Arif Putra
Inspired by:
Real Life Event, Dream, Jagatplay, Assassin’s Creed, and Indonesian heroes
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Assassin’s Creed : Indonesian Revolution
#Chapter_2”
--------------------------------------------------------------------------------------
Karna
kejadian tadi, aku pun tidak bisa memikirkan apapun selain rasa ingin balas
dendam ke gubernur sialan itu, yaitu J.P. Count van Limburg Stirum.
“Hei”
celetuk Gusri sambil mengendarai truk,
Aku tidak
menjawab karna aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat tadi,
“huff(menghela
nafas), Sa, Aku tau ini emang susah, tapi ini semua nyata, aku juga ga percaya
kalau Ayahmu dan Kakak beserta Adikku meninggal secepat itu, kita ini masih
hidup dan kita ga seharusnya mengingat kejadian yang buruk berulang-ulang
secara terus menerus, kita harus maju, jangan terbelenggu masa lalu kita yang
suram” Ucap Gusri,
“Baiklah,
aku akan menyimpan dendamku ini untuk gubernur bajingan itu nanti, sekarang,
apa rencanamu?” Tanyaku,
“Kita ke
purbalingga” jawab Gusri,
“Hei, Apa
kau gila?, dari magetan ke purbalingga itu sangat jauh !, lagipula kenapa kita
ke purbalingga?!” Balasku
“Kita akan
mengunjungi pamanku yang bernama Karsid Kartawiraji, jika boleh, kita sekalian
menetap disana” Ucap Gusri,
“Baiklah,
tapi apa kau tau jalannya?” tanyaku,
“Memang kau
kira kertas yang di lipat-lipat di depanmu itu apa?” Balas Gusri,
Aku pun
tidak menyadari kalau di depanku itu ada peta, aku pun mengambilnya dan dan
membukanya,
“Baiklah,
karna aku tidak tau jalan, kuserahkan peta ini kepadamu, aku mau tidur, ntar
gantian aja kalo kau ngantuk” Ucapku sambil menyerahkan petanya ke gusri,
“Baiklah”
balas Gusri sambil menghela nafas,
Aku pun
menutup mata dan berharap bisa tidur, saat aku tertidur, aku bermimpi sedikit
aneh, aku melihat seseorang yang namanya berakhiran no, dia adalah seseorang
yang besar yang bisa memimpin Indonesia menuju kemerdekaan, aku tidak tau ini
benar atau tidak tapi mimpi ini terasa benar-benar nyata.
Aku pun
terbangun gara-gara matahari yang benar-benar silau,
“Hei tukang
tikung, eh, tukang tidur maksudku, kita sudah sampai” Ucap Gusri,
“baiklah, Ayo”
Ucapku,
Aku pun
mengambil peralatanku seperti Karambitku dan pistolku dan lalu berjalan
mengikuti Gusri yang menuju sebuah rumah.
“Assalamu’alaikum”
Ucap Gusri sambil mengetuk pintu depan,
“Sebentar”
Ucap seseorang didalam rumah,
“Wa’alaikumsalam”
Ucap seorang laki-laki sambil membuka pintu,
“Wahow,
sebuah kejutan, lama ngga liat koe” Ucap Laki-laki itu sambil memeluk Gusri,
“Paman, kenalin,
ini Taksa Pragata, temenku” Ucap Gusri sambil mencoba mengenalkanku ke
Pamannya,
“Karsid
Kartowirodji” Ucap pamannya Gusri sambil menjabat tanganku,
“Taksa
Pragata” Ucapku memperkenalkan diri,
“Jangan
lemes gitu dong, semangat !” Ucap Paman Karsid sambil mengepalkan tangannya,
“Ehh, paman,
ada yang ingin kami bicarakan” Ucap Gusri,
“Ohh
silahkan masuk kedalam” Ucap Paman Karsid sambil mengajak kami masuk kedalam
rumahnya,
Kami pun
masuk kedalam rumahnya dan duduk di lantai yang tidak beralaskan apapun,
“Jadi begini
paman, Kami berniat untuk menetap disini, karna, tadi pagi sekitar jam setengah
3 pagi, desa kami diserang” Ucap Gusri,
“Inalillahi”
balas Paman Karsid,
“Semua
barang-barang kami, hancur terbakar, beberapa penduduk desa mati, salah satunya
adalah Ziad dan Yono serta Ayahnya Taksa” Jelas Gusri,
“Baiklah,
kalian boleh menetap disini” Ucap Paman Karsid,
“Ehh ada
tamu” Ucap seorang perempuan yang sedang menggendong seorang bayi,
“Kenalin,
ini istriku, namanya Siyem” Ucap Paman Karsid sambil memperkenalkan istrinya,
“Salam
kenal” Ucap kami berdua,
“Itu yang
digendong anakku, namanya Soedirman, dia lahir beberapa bulan lalu, yaitu
tanggal 24 Januari 1916, ada seseorang yang mengadopsi anakku itu, aku
sebenernya ya ga tega, tapi mau gimana lagi?, kondisi keuanganku itu kecil, aku
cuma pekerja di pabrik gula, daripada Anakku ini kelaperan gara-gara upahku
yang minim, ya lebih baik aku menerima tawaran dari camat disini, yaitu si Raden
Cokrosunaryo yang berniat mengadopsi anakku, dia ada disini juga karna istriku
itu kangen, haha” Jelas Paman Karsid,
Dan pada
akhirnya, kami pun menetap disitu selama beberapa bulan, beberapa bulan
kemudian, Soedirman dan keluarga Raden Cokrosunaryo pindah ke cilacap, akhirnya aku dan Gusri sepakat untuk pergi ke
Surabaya, tujuannya untuk belajar lebih mandiri dan mencari pekerjaan disana,
selain aku kesana untuk bekerja, aku juga menyisihkan uang gajiku untuk sekolah
disana.
Beberapa
tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1921, aku mendapat beasiswa untuk sekolah
di Technische Hoogeschool di Bandung, Gusri mengizinkanku untuk sekolah dan
menetap disana tapi dengan syarat harus bisa menjaga diri, aku pun setuju dan
akhirnya, sebelum aku pergi ke bandung, aku mengambil karambitku untuk
berjaga-jaga,
aku pun pergi ke bandung naik bis esto, didalam bis ini tentunya bukan cuma
aku, tetapi ada 10 orang lain yang mendapat beasiswa juga ikut naik di bus ini
ditambah 2 supir yang bergantian mengemudikan bis ini.
Pada saat
aku naik kedalam bis ini, bis ini sudah lumayan penuh dan aku melihat sebuah
bangku kosong yang disampingnya ada seorang wanita manis yang sedang membaca
buku,
“Boleh aku
duduk disampingmu?” Tanyaku,
“Tentu saja”
Balas Wanita itu,
“Perkenalkan,
aku Taksa Pragata” ucapku memperkenalkan diri,
“Aku
Michelle Christo Koesnadi” Balas Michelle,
Dan
akhirnya, aku pun duduk dibagian belakang dengan gadis manis itu.(Jangan mikir
kalo nanti pas semua orang tidur si Taksa gituan sama Michelle, gua tabok lu)
Saat malam
hari, bis yang aku naiki tiba-tiba berhenti, dan aku melihat ada 2 buah mobil
tentara belanda memblokade jalan yang ingin kami lewati, ada 5 orang tentara
belanda yang turun dari mobil itu, dan saat penumpang terakhir dari mobil
belanda itu turun, aku melihat seorang gubernur turun dari mobil itu, dan dia
adalah…., Johan Paul van Limburg Stirum !, Gubernur Belanda yang menyuruh
tentara belanda untuk menghancurkan desa
ku !.
Aku menyiapkan
Karambitku di balik saku celana bagian kiriku dan dengan perlahan-lahan membuka
pintu belakang bis,
“Kamu mau
kemana Taksa?” Tanya Michelle,
“ssttttt,
jangan bersuara, yang harus kamu lakuin sekarang cuman nunduk dan berlindung”
Ucap ku ke Michelle,
Setelah aku
berhasil keluar dari bis dengan diam-diam, Aku langsung berlari kearah salah
satu tentara belanda dan menancapkan Karambitku tepat di tenggorokannya dan
lalu mengambil senjatanya yang berjenis M1A1 Thompson Submachine Gun dan
menembakannya ke arah tentara belanda yang lain, dalam waktu kurang dari 10
detik, tentara belanda semuanya sudah habis, dan sekarang hanya tersisa
Gubernur bajingan itu sendirian, Aku mendekatinya dan menatapnya dengan penuh
kebencian.
“Apa
kesalahanku?!” Tanya gubernur Belanda itu dengan logat baratnya,
“Kau telah
menyuruh tentaramu membakar desaku !” ucapku,
“Aha, kau
salah satu dari pemberontak itu kan?” Tanya gubernur itu,
“Kau akan
mati disini bajingan !” Bentaku sambil menodongkan senjata jenis M1A1 Thompson
Submachine Gun,
Belum sempat
aku menekan pelatukku, ada seorang tentara Belanda yang masih hidup dan
menghantam pipiku dengan batu, sampai-sampai aku jatuh, aku tidak bisa melihat
dengan jelas karna pusing akibat dari hantaman batu tentara belanda yang sangat
keras itu.
Gubernur
Belanda itupun menghampiriku,
“Nah, Taksa
Pragata, kau akan kuberi kesempatan kedua untuk membunuhku, itu juga jika kau
mampu, karna mustahil bagi bocah sepertimu untuk membunuhku, HAHAHA” Ucap dia,
Setelah dia
berbicara seperti itu, dia menembakan pistolnya kearah tulang selangkaku, yang
aku bisa rasakan hanya sakit yang teramat sangat dan pusing yang tak terkira, karna
tidak kuat akan rasa sakitnya, aku pun akhirnya memejamkan mata…
-To Be
Continued