Minggu, 15 Juni 2014

Assassin’s Creed : Indonesian Revolution #Chapter_2




Hoiii, map baru nge post lanjutannya :3
Bagi yang belom baca Chapter 1, silahkan baca disini :
http://bimaarifputra.blogspot.com/2014/05/assassins-creed-indonesian-revolution.html
Langsung aje brayyy,
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Created by: Bima Arif Putra
Inspired by: Real Life Event, Dream, Jagatplay, Assassin’s Creed,  and Indonesian heroes
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 “Assassin’s Creed : Indonesian Revolution #Chapter_2”
--------------------------------------------------------------------------------------
Karna kejadian tadi, aku pun tidak bisa memikirkan apapun selain rasa ingin balas dendam ke gubernur sialan itu, yaitu J.P. Count van Limburg Stirum.
“Hei” celetuk Gusri sambil mengendarai truk,
Aku tidak menjawab karna aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat tadi,
“huff(menghela nafas), Sa, Aku tau ini emang susah, tapi ini semua nyata, aku juga ga percaya kalau Ayahmu dan Kakak beserta Adikku meninggal secepat itu, kita ini masih hidup dan kita ga seharusnya mengingat kejadian yang buruk berulang-ulang secara terus menerus, kita harus maju, jangan terbelenggu masa lalu kita yang suram” Ucap Gusri,
“Baiklah, aku akan menyimpan dendamku ini untuk gubernur bajingan itu nanti, sekarang, apa rencanamu?” Tanyaku,
“Kita ke purbalingga” jawab Gusri,
“Hei, Apa kau gila?, dari magetan ke purbalingga itu sangat jauh !, lagipula kenapa kita ke purbalingga?!” Balasku
“Kita akan mengunjungi pamanku yang bernama Karsid Kartawiraji, jika boleh, kita sekalian menetap disana” Ucap Gusri,
“Baiklah, tapi apa kau tau jalannya?” tanyaku,
“Memang kau kira kertas yang di lipat-lipat di depanmu itu apa?” Balas Gusri,
Aku pun tidak menyadari kalau di depanku itu ada peta, aku pun mengambilnya dan dan membukanya,



“Baiklah, karna aku tidak tau jalan, kuserahkan peta ini kepadamu, aku mau tidur, ntar gantian aja kalo kau ngantuk” Ucapku sambil menyerahkan petanya ke gusri,
“Baiklah” balas Gusri sambil menghela nafas,
Aku pun menutup mata dan berharap bisa tidur, saat aku tertidur, aku bermimpi sedikit aneh, aku melihat seseorang yang namanya berakhiran no, dia adalah seseorang yang besar yang bisa memimpin Indonesia menuju kemerdekaan, aku tidak tau ini benar atau tidak tapi mimpi ini terasa benar-benar nyata.
Aku pun terbangun gara-gara matahari yang benar-benar silau,
“Hei tukang tikung, eh, tukang tidur maksudku, kita sudah sampai” Ucap Gusri,
“baiklah, Ayo” Ucapku,
Aku pun mengambil peralatanku seperti Karambitku dan pistolku dan lalu berjalan mengikuti Gusri yang menuju sebuah rumah.
“Assalamu’alaikum” Ucap Gusri sambil mengetuk pintu depan,
“Sebentar” Ucap seseorang didalam rumah,
“Wa’alaikumsalam” Ucap seorang laki-laki sambil membuka pintu,
“Wahow, sebuah kejutan, lama ngga liat koe” Ucap Laki-laki itu sambil memeluk Gusri,
“Paman, kenalin, ini Taksa Pragata, temenku” Ucap Gusri sambil mencoba mengenalkanku ke Pamannya,
“Karsid Kartowirodji” Ucap pamannya Gusri sambil menjabat tanganku,
“Taksa Pragata” Ucapku memperkenalkan diri,
“Jangan lemes gitu dong, semangat !” Ucap Paman Karsid sambil mengepalkan tangannya,
“Ehh, paman, ada yang ingin kami bicarakan” Ucap Gusri,
“Ohh silahkan masuk kedalam” Ucap Paman Karsid sambil mengajak kami masuk kedalam rumahnya,
Kami pun masuk kedalam rumahnya dan duduk di lantai yang tidak beralaskan apapun,
“Jadi begini paman, Kami berniat untuk menetap disini, karna, tadi pagi sekitar jam setengah 3 pagi, desa kami diserang” Ucap Gusri,
“Inalillahi” balas Paman Karsid,
“Semua barang-barang kami, hancur terbakar, beberapa penduduk desa mati, salah satunya adalah Ziad dan Yono serta Ayahnya Taksa” Jelas Gusri,
“Baiklah, kalian boleh menetap disini” Ucap Paman Karsid,
“Ehh ada tamu” Ucap seorang perempuan yang sedang menggendong seorang bayi,
“Kenalin, ini istriku, namanya Siyem” Ucap Paman Karsid sambil memperkenalkan istrinya,
“Salam kenal” Ucap kami berdua,
“Itu yang digendong anakku, namanya Soedirman, dia lahir beberapa bulan lalu, yaitu tanggal 24 Januari 1916, ada seseorang yang mengadopsi anakku itu, aku sebenernya ya ga tega, tapi mau gimana lagi?, kondisi keuanganku itu kecil, aku cuma pekerja di pabrik gula, daripada Anakku ini kelaperan gara-gara upahku yang minim, ya lebih baik aku menerima tawaran dari camat disini, yaitu si Raden Cokrosunaryo yang berniat mengadopsi anakku, dia ada disini juga karna istriku itu kangen, haha” Jelas Paman Karsid,
Dan pada akhirnya, kami pun menetap disitu selama beberapa bulan, beberapa bulan kemudian, Soedirman dan keluarga Raden Cokrosunaryo pindah ke cilacap,  akhirnya aku dan Gusri sepakat untuk pergi ke Surabaya, tujuannya untuk belajar lebih mandiri dan mencari pekerjaan disana, selain aku kesana untuk bekerja, aku juga menyisihkan uang gajiku untuk sekolah disana.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1921, aku mendapat beasiswa untuk sekolah di Technische Hoogeschool di Bandung, Gusri mengizinkanku untuk sekolah dan menetap disana tapi dengan syarat harus bisa menjaga diri, aku pun setuju dan akhirnya, sebelum aku pergi ke bandung, aku mengambil karambitku untuk berjaga-jaga,
aku pun pergi ke bandung naik bis esto, didalam bis ini tentunya bukan cuma aku, tetapi ada 10 orang lain yang mendapat beasiswa juga ikut naik di bus ini ditambah 2 supir yang bergantian mengemudikan bis ini.



Pada saat aku naik kedalam bis ini, bis ini sudah lumayan penuh dan aku melihat sebuah bangku kosong yang disampingnya ada seorang wanita manis yang sedang membaca buku,
“Boleh aku duduk disampingmu?” Tanyaku,
“Tentu saja” Balas Wanita itu,
“Perkenalkan, aku Taksa Pragata” ucapku memperkenalkan diri,
“Aku Michelle Christo Koesnadi” Balas Michelle,
Dan akhirnya, aku pun duduk dibagian belakang dengan gadis manis itu.(Jangan mikir kalo nanti pas semua orang tidur si Taksa gituan sama Michelle, gua tabok lu)
Saat malam hari, bis yang aku naiki tiba-tiba berhenti, dan aku melihat ada 2 buah mobil tentara belanda memblokade jalan yang ingin kami lewati, ada 5 orang tentara belanda yang turun dari mobil itu, dan saat penumpang terakhir dari mobil belanda itu turun, aku melihat seorang gubernur turun dari mobil itu, dan dia adalah…., Johan Paul van Limburg Stirum !, Gubernur Belanda yang menyuruh tentara  belanda untuk menghancurkan desa ku !.
Aku menyiapkan Karambitku di balik saku celana bagian kiriku dan dengan perlahan-lahan membuka pintu belakang bis,
“Kamu mau kemana Taksa?” Tanya Michelle,
“ssttttt, jangan bersuara, yang harus kamu lakuin sekarang cuman nunduk dan berlindung” Ucap ku ke Michelle,
Setelah aku berhasil keluar dari bis dengan diam-diam, Aku langsung berlari kearah salah satu tentara belanda dan menancapkan Karambitku tepat di tenggorokannya dan lalu mengambil senjatanya yang berjenis M1A1 Thompson Submachine Gun dan menembakannya ke arah tentara belanda yang lain, dalam waktu kurang dari 10 detik, tentara belanda semuanya sudah habis, dan sekarang hanya tersisa Gubernur bajingan itu sendirian, Aku mendekatinya dan menatapnya dengan penuh kebencian.
“Apa kesalahanku?!” Tanya gubernur Belanda itu dengan logat baratnya,
“Kau telah menyuruh tentaramu membakar desaku !” ucapku,
“Aha, kau salah satu dari pemberontak itu kan?” Tanya gubernur itu,
“Kau akan mati disini bajingan !” Bentaku sambil menodongkan senjata jenis M1A1 Thompson Submachine Gun,
Belum sempat aku menekan pelatukku, ada seorang tentara Belanda yang masih hidup dan menghantam pipiku dengan batu, sampai-sampai aku jatuh, aku tidak bisa melihat dengan jelas karna pusing akibat dari hantaman batu tentara belanda yang sangat keras itu.
Gubernur Belanda itupun menghampiriku,
“Nah, Taksa Pragata, kau akan kuberi kesempatan kedua untuk membunuhku, itu juga jika kau mampu, karna mustahil bagi bocah sepertimu untuk membunuhku, HAHAHA” Ucap dia,
Setelah dia berbicara seperti itu, dia menembakan pistolnya kearah tulang selangkaku, yang aku bisa rasakan hanya sakit yang teramat sangat dan pusing yang tak terkira, karna tidak kuat akan rasa sakitnya, aku pun akhirnya memejamkan mata…


-To Be Continued 
Bima Arif Putra Web Developer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar